Jumat, 29 Mei 2009

PERDARAHAN AKIBAT DEFISIENSI VITAMIN K (PDVK)

bahaya dari Defisiensi VIT K

PERDARAHAN AKIBAT DEFISIENSI VITAMIN K (PDVK)

Pengertian
PDVK adalah terjadinya perdarahan spontan atau perdarahan karena proses lain seperti pengambilan darah vena atau operasi yang disebabkan karena berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi yang tidak bergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih dalam batas normal (Sutor dkk 1999). Hal ini dibuktikan bahwa kelainan tersebut akan segera membaik dengan pemberian vitamin K dan setelah sebab koagulopati lain disingkirkan.

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, frekuensi PDVK yang dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,7%. Angka kejadian PDVK ditemukan lebih tinggi pada daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir.

Survei di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81% di antaranya ditemukan komplikasi perdarahan intrakranial, sedangkan di Thailand angka PDVK adalah 1:1.200 bayi.10 Angka kejadian pada kedua negara ini menurun setelah diperkenalkannya pemberian vitamin K profilaksis pada semua bayi baru lahir.

Angka kejadian perdarahan intrakranial karena PDVK di Thailand dilaporkan sebanyak 82% atau 524 kasus dari 641 penderita PDVK, sedangkan di Inggris 10 kasus dari 27 penderita atau sebesar 37%. Sedangkan di India angka kejadian PDVK dilaporkan sebanyak 1 kasus tiap 14.000 bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis saat lahir.

Data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 1990-2000 terdapat 21 kasus PDVK. Tujuh belas kasus (81%) mengalami komplikasi perdarahan intrakranial dengan angka kematian 19% (Catatan Medik IKA-RSCM tahun 2000).

Faktor risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral (warfarin); obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin); obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin); sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan); gangguan fungsi hati (kolestasis); kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik.

Klasifikasi
PDVK dibagi menjadi early, clasiccal dan late berdasarkan pada umur saat kelainan tersebut bermanifestasi (Sutor dkk 1999, Von Kries 1999).
• Early VKDB (PDVK dini), timbul pada hari pertama kehidupan. Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin K. Insidens yang dilaporkan atas bayi dari ibu yang tidak mendapat suplementasi vitamin K adalah antara 6-12% (tinjauan oleh Sutor dkk 1999).

• Classical VKDB (PDVK klasik), timbul pada hari ke 1 sampai 7 setelah lahir dan lebih sering terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada waktu lahir atau yang terlambat mendapatkan suplementasi makanan. Insidens dilaporkan bervariasi, antara 0 sampai 0,44% kelahiran. Tidak adanya angka rata-rata kejadian PDVK klasik yang pasti karena jarang ditemukan kriteria diagnosis yang menyeluruh.

• Late VKDB (PDVK lambat), timbul pada hari ke 8 sampai 6 bulan setelah lahir, sebagian besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Kira-kira setengah dari pasien ini mempunyai kelainan hati sebagai penyakit dasar atau kelainan malabsorpsi. Perdarahan intrakranial yang serius timbul pada 30-50%. Pada bayi berisiko mungkin ditemukan tanda-tanda penyakit hati atau kolestasis seperti ikterus yang memanjang, warna feses pucat, dan hepatosplenomegali. Angka rata-rata kejadian PDVK pada bayi yang tidak mendapatkan profilaksis vitamin K adalah 5-20 per 100.000 kelahiran dengan angka mortalitas sebesar 30% (Loughnan dan McDougall 1993).

Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan M yang belum banyak diketahui perannya dalam pembekuan darah.

Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
• Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang ada saat ini adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).

• Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes fragilis dan beberapa strain E. coli.

• Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan pada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.

Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K dalam tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 48-72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara perlahan selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari makanan.

Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan, antara lain simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya perpindahan vitamin K melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI dan sterilitas saluran cerna.30

Tempat perdarahan utama adalah umbilikus, membran mukosa, saluran cerna, sirkumsisi dan pungsi vena. Selain itu perdarahan dapat berupa hematoma yang ditemukan pada tempat trauma, seperti hematoma sefal. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan penyebab mortalitas atau morbiditas yang menetap.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma, terutama trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik.

Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100% berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar membonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penurunan kompleks protombin (faktor II,VII,IX,X) ditandai oleh pemanjangan masa pembekuan, masa protrombin dan masa tromboplastin parsial. Masa perdarahan, jumlah leukosit dan trombosit biasanya normal. Kebanyakan kasus disertai anemia normokromik normositik.

Pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan dekarboksilasi kompleks protrombin (protein induced by vitamin K absence = PIVKA-II), pengukuran kadar vitamin K1 plasma atau pengukuran areptilase time yang menggunakan bisa ular Echis crinatum.12,15-16 Pemeriksaan tersebut saat ini belum dapat dilakukan di Indonesia. Perdarahan intrakranial dapat terlihat jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT-Scan, atau MRI. Pemeriksaan ini selain untuk diagnostik, juga digunakan untuk menentukan prognosis.

Komplikasi
Komplikasi pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaksis (bila diberikan secara IV), anemia hemolitik, hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi suntikan.

Profilaksis
Hampir semua negara di dunia merekomendasikan pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir. Di Australia profilaksis dengan mengguna-kan Konakion® 1 mg, IM dosis tunggal sudah diperkenalkan sejak awal tahun 1970-an. Tindakan tersebut mula-mula diberikan kepada bayi sakit, yaitu bayi kurang bulan, atau yang mengalami asfiksia perinatal, dan akhirnya menjadi rutin untuk semua bayi baru lahir. Pada tahun 2000, National Health and Medical Research Council (NHMRC) Australia menyusun rekomendasi pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir.

Dalam rekomendasi tersebut dinyatakan bahwa semua bayi baru lahir harus mendapatkan profilaksis vitamin K1; bayi baru lahir yang bugar seharusnya menerima vitamin K baik secara IM 1 mg, dosis tunggal pada waktu lahir atau 3 kali dosis oral, masing-masing 2 mg yang diberikan pada waktu lahir, umur 3-5 hari dan umur 4-6 minggu. Orang tua harus mendapat informasi pada saat antenatal tentang pentingnya pemberian profilaksis vitamin K; dan setiap rumah sakit harus memiliki protokol tertulis yang jelas tentang pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir.3 Selandia Baru sejak tahun 1995 telah merekomendasikan profilaksis vitamin K kepada bayi baru lahir. Begitu pula dengan British Columbia pada Maret 2001 dan Canadian Paediatric Society tahun 2002.

Untuk negara berkembang seperti Thailand, sekitar 30-40 tahun yang lalu (1960-1970) setengah dari persalinan dibantu oleh dukun atau bidan. Injeksi parenteral tidak dapat dilakukan oleh bidan sehingga Isarangkura meminta perusahaan farmasi menyediakan vitamin K oral (Konakion®, Roche, Basel) serta melakukan penelitian mengenai profilaksis vitamin K oral 2 mg dosis tunggal yang dapat dilakukan secara rutin.

Efikasi yang tinggi, toksisitas dan harga yang rendah, cara pemberian dan penyimpanan yang sederhana menjadikan profilaksis vitamin K secara oral memungkinkan untuk dilakukan di negara berkembang.

Pemberian vitamin K profilaksis oral 2 mg untuk bayi baru lahir bugar dan 0,5–1 mg IM untuk bayi tidak bugar (not doing well) telah dilakukan secara rutin di Thailand sejak 1988 dan pemberiannya diwajibkan di seluruh Thailand pada tahun 1994-1998.

Insidens PDVK lambat laun menurun dari 30-70 per 100.000 kelahiran menjadi 4-7 per 100.000 kelahiran. Sejak 1999 semua bayi baru lahir diberikan vitamin K profilaksis IM karena sebagian besar persalinan terjadi di rumah sakit. Vitamin K profilaksis IM ini diberikan bersama dengan imunisasi rutin seperti Hepatitis B dan BCG.

Vitamin K yang digunakan untuk profilaksis adalah vitamin K1. Cara pemberian dapat dilakukan baik secara IM ataupun oral.
• Intramuskular, dengan dosis 1 mg pada seluruh bayi baru lahir. Pemberian dengan dosis tunggal diberikan pada waktu bayi baru lahir.

• Oral, dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi baru lahir, pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4-8 minggu.

Efektivitas Profilaksis
Cornelissen dkk23 (1997) merangkum hasil surveilans aktif tentang PDVK lambat yang dilakukan di Jerman, Australia, Belanda dan Swiss yang dikumpulkan dengan strategi sama dan dibandingkan angka kegagalannya. Terdapat 4 strategi pemberian vitamin K, yaitu
1) pemberian vitamin K dosis rendah 25 ug/hari untuk bayi yang mendapat ASI (Belanda);
2) 3x1 mg secara oral (Australia: January 1993 – Maret 1994 dan Jerman: Desember 1992-Desember 1994);
3) 1 mg IM (Australia: Maret 1994);
4) 2x2mg vitamin K oral (preparat KMM) (Swiss).

Angka kegagalan per 100.000 kelahiran hidup adalah 0,2 di Belanda, 2,3 di Jerman, 2,5 (profilaksis oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 3,6 di Swiss.
Angka kegagalan setelah profilaksis lengkap adalah 0 di Belanda, 1,8 di Jerman, 1,5 (profilaksis oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 1,2 di Swiss. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dosis oral 3x1 mg kurang efektif bila dibandingkan dengan profilaksis vitamin K IM; profilaksis dosis rendah 25 g/hari untuk bayi yang mendapat ASI mungkin sama efektif seperti profilaksis vitamin K parenteral.

Isarangkura dkk17 (Thailand, 1989) telah melakukan evaluasi pengaruh pemberian vitamin K profilaksis dosis tunggal pada bayi baru lahir peroral dibandingkan dengan cara parenteral pada waktu lahir. Dua ratus enam puluh enam bayi sehat yang mendapat ASI dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok 1 mendapat vitamin K IM 1 mg; kelompok 2, 3, 4 mendapat vitamin K oral pada waktu 2-4 jam setelah lahir masing-masing dengan dosis 2 mg, 3 mg dan 5 mg.

Didapatkan hasil tidak ada perbedaan statistik bermakna dalam rerata kadar kompleks protrombin.17 Profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir peroral 2 mg ternyata sangat menguntungkan, sama halnya dengan pemberian secara parenteral. Isarangkura menyatakan bahwa seharusnya semua bayi baru lahir mendapatkan profilaksis vitamin K baik secara oral maupun parenteral. Pemberian vitamin K secara oral praktis untuk negara berkembang karena cara pemberian sederhana, harga murah, toksisitas rendah dan kegunaan tinggi.

Pemberian vitamin K profilaksis IM menunjukkan insidens PDVK lambat lebih kecil dibandingkan dengan cara pemberian oral (Tabel 2).

Konsensus berbagai organisasi profesi di Selandia baru (dokter anak, dokter umum, dokter kebidanan, bidan dan perawat) merekomendasikan bahwa semua bayi seharusnya mendapat profilaksis vitamin K. Cara pemberian yang direkomendasikan adalah secara IM 1 mg (bagi bayi prematur = 0,5 mg) diberikan pada waktu lahir. Jika orang tua tidak setuju dengan pemberian secara IM, maka bayi diberikan vitamin K oral 2 mg yang diberikan 3 kali yaitu pada waktu baru lahir, umur 3-5 hari dan 4-6 minggu.

Jika bayi muntah dalam waktu satu jam setelah pemberian oral maka pemberiannya harus diulang. Hal ini juga direkomendasikan oleh NHMRC pada tahun 2000, Newborn Services Medical Guidelines (Selandia Baru) pada tahun 2000 dan British Columbia Reproductive Care Program pada tahun 2001

International Society on Thrombosis and Haemostasis, Pediatric/Perinatal Subcommittee seperti yang dilaporkan oleh Sutor dkk24 (tahun 1999) menyatakan bahwa pemberian vitamin K baik secara oral maupun IM sama efektif dalam mencegah PDVK klasik, tetapi vitamin K IM lebih efektif dalam mencegah PDVK lambat. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian berulang 3 kali daripada dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis 2 mg daripada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu sama efektif dengan profilaksis vitamin K IM.

Intramuskular
American Academy of Pediatricians (AAP) (tahun 2003) merekomendasikan bahwa Vitamin K harus diberikan kepada semua bayi baru lahir secara IM dengan dosis 0,5-1 mg.25 Canadian Paediatric Society (1997) juga merekomendasikan pemberian vitamin K secara IM. Metode ini lebih disukai di Amerika Utara karena efikasi dan tingkat kepatuhan yang tinggi.

Oral
AAP juga menyatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efikasi, keamanan, bioavailabilitas dan dosis optimal vitamin K oral sediaan baru (KMM) untuk mencegah PDVK lambat.25 Cara pemberian oral merupakan alternatif pada kasus-kasus bila orangtua pasien menolak cara pemberian IM untuk melindungi bayi mereka dari nyeri karena injeksi IM.3,5 Di samping itu untuk keamanan, bayi yang ditolong oleh dukun bayi, sebaiknya diberikan secara oral.

Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alasan berikut ini:3,4,5,12
• Absorpsi Vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi yang menderita diare.
• Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu. Sebagai konsekuensinya, tingkat kepatuhan orang tua pasien merupakan suatu masalah tersendiri.
• Mungkin terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena absorpsinya atau adanya regurgitasi.
• Efektivitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh.

Harga vitamin K profilaksis IM 1 mg berkisar antara US$ 0,5-1 per dosis untuk setiap bayi baru lahir. Bank Dunia mengklasifikasikan intervensi disability-adjusted life years (DALY) kurang dari US$ 100 adalah paling efektif.12

Hubungan Profilaksis Vitamin K dan Kanker pada Anak
Tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis vitamin K dengan insidens kanker pada anak di kemudian hari. Hal ini berdasarkan pada satu penelitian yang melibatkan 54.000 kelahiran di Amerika Serikat, satu penelitian yang melibatkan 1.383.000 bayi di Swedia, dua penelitian case control terhadap 132 dan 272 anak dengan kanker, penelitian case control berbasis pada populasi pada 515 anak di Skotlandia, dan penelitian case control lain atas 685 anak penderita kanker.5,8,26,27
Penelitian case control dilakukan oleh Von Kries dkk28 (1996) terhadap 272 anak yang menderita leukemia dan kanker lainnya untuk mengetahui hubungan antara pemberian profilaksis vitamin K IM dengan terjadinya kanker pada anak. Didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara pemberian profilaksis vitamin K IM dengan terjadinya kanker pada anak.

Kelompok kerja vitamin K AAP meninjau ulang laporan yang dikemukakan oleh Golding dkk serta informasi lain, juga menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian vitamin K IM dengan leukemia pada anak atau kanker anak lainnya.25

untuk Lebih jelasnya, ada juga di materi APN Update tahun 2009 yang sudah plus IMD... tapi teorinya nyusul lagi ya... Selamat Membaca.......Moga Manfaat

Apakah Vitamin K itu ???

Apakah Vitamin K itu ??

Sebelum kita membahas Vit K1 kita bahas dahulu tentang Vit K.....



PENGERTIAN VITAMIN K
Vitamin K dari “Koagulations-Vitamin” dalam Bahasa Jerman dan Bahasa Denmark merujuk pada sebuah kelompok lipophilic, vitamin hydrophobic yang dibutuhkan untuk modifikasi pasca-terjemah dari berbagai macam protein, terutama banyak dibutuhkan untuk proses pembekuan darah. Secara kimia vitamin ini terdiri dari turunan 2-methyl-1,4-naphthoquinone.


Vitamin K2 (menaquinone, menatetrenone) secara normal diproduksi oleh bakteri dalam saluran pencernaan, dan defisiensi gizi akibat diet yang sangat jarang kecuali saluran pencernaan mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga tidak dapat menyerap molekul.

Vitamin K merupakan salah satu dari factor pembeku darah. Vitamin K sangat penting untuk pembentukan protrombin yang memungkinkan darah membeku, dan ternyata kadarnya dianggap “ rendah” pada bayi baru lahir. Kadar vitamin K “ rendah” adalah normal, dan secara fisiologis diharapkan pada bayi baru lahir. Pada beberapa hari dan beberapa minggu awal setelah kelahiran bayi akan membentuk pasokan vitamin K dari makanan.

SUMBER VITAMIN K
Ada dua jenis vitamin K alamiah yaitu berasal dari tanaman yang larut lemak dan dari flora usus yang larut air. Asupan utama vitamin K pada bayi bersumber dari susu, hanya sebagian kecil yang berasal dari usus si bayi. Khusus bayi yang baru lahir, vitamin K juga bisa bersumber dari ibundanya saat persalinan. Namun, vitamin K dari ibu bisa tidak sampai bila terjadi gangguan plasenta dan ari-ari. Selain itu, fungsi hati, tempat metabolisme vitamin K, juga belum matang menambah risiko si kecil kekurangan vitamin K.

Ada dua kelompok preparat vitamin K:
a. Preparat yang larut air ( menadion)Penggunaan preparat ini merupakan kontra indikasi pada neonatus, bayi, kehamilan stadium lanjut. Merupakan vitamin buatan bagi mereka yang tak mampu menyerap dari makanan.

b. Preparat yang larut lemak (fitomenadion)


FUNGSI VITAMIN K
Vitamin K diperlukan untuk pembentukan tulang pada janin dan factor – factor pembekuan II, VII, IX, X. Faktor – factor anti pembekuan protein C dan S dalam hati .vitamin K berguna untuk mengkatkan biosintesis factor pembeku darah yaitu protrombin, factor VII / prokonvertin, factor IX, factor X hingga membantu proses pembekuan darah dan mencegah terjadinya perdarahan bila mengalami luka

DEFIENSI VITAMIN K
Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan perdarahan. vitamin ini bersifat larut dalam lemak disipan didalam hati dan dapat mengalami defisiensi pada keadaan malabsorbsi ( misalnya pada pasien penyakit coeliac ).

Defisiensi vitamin K berkaitan dengan:
1. Neonatus yang ibunya pernah mendapatkan obat – obat anti epilepsy, antikoagulan/antituberculosis dalam periode antenatal.

2. Neonatus ( khususnya bayi yang prematur)

3. Defisiensi makanan yang meliputi pemberian nitrisi parenteral yang lama

4. Malabsorbsi

5. Gangguan flora usus karena pemberiaan antibiotic

6. Penyakit hepar (yang meliputi penyakit yang ada kaitannya dengan konsensi alcohol) dan penyakit / pembedahan pada traktus biliaris

7. Terapi anti koagulan oral



Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan:
1. Hipoprotrombinemia dan menurunnya beberapa factor pembekuan darah sehingga terjadi perdarahan spontan

2. Mudah terjadi perdarahan, gangguan metabolisme tulang Belum diketahui. Kemungkinan menyebabkan kuning pada bayi premature

KELAINAN PERDARAHAN PADA BAYI BARU LAHIR

Penyakit ini telah dibagi menjadi 3 kategori :
a. Awitan dini
Pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam yang mengenai neonatus yang ibunya pernah mendapatkan obat – obat yang mempegaruhi metabolisme vitamin K, misalnya warfarin, fenitoin, barbiturate, rifampisin, isoniasid

b. Klasik
Pada usia bayi 2 – 7 hari ketika perdarahan umumnya terjadi dari umbilicus/ traktus gastrointestinal dan biasanya sembuh sendiri

c. Awitan lanjut
Pada usia 8 hari hingga 12 bulan, yang terutama terjadi pada bayi – bayi yang mendapatkan ASI kategori ini meliputi perdarahan intracranial dengan awitan yang mendadak dengan gejala sisa yang serius. Defisiensi vitamin K dapat dipicu oleh diare malabsorbsi misalnya sesudah pemberian antibiotic dalam waktu yang lama.

Faktor – factor resiko lainny adalah trauma lahir, diare kronis, kistik fibrosis, sindrom malabsorsi, penyakit hati, atresia bilier, defisiensi anti tripsin α- 1.

FARMAKOKINETIK VITAMIN K
Pemberian vitamin K dapat secara oral, intramuscular, intravena. Rute intravena diberikan untuk keadaan emergency, seperti hemoragi. Rute dan dosis pemberian vitamin K untuk neonatus menjadi subjek kontroversi, secara oral tampaknya memberikan perlindungan baik dari awitan HDN klasik dan lanjut.

Pemberiannya dianjurkan pada saat lahir dan pada empat sampai 10 hari untuk semua bayi, diikuti dengan dosis lanjutan pada satu bulan untuk bayi menyusu.
Melalui penyuntikan vitamin K sebanyak 1 mg pada semua bayi baru lahir.Kelebihan: kadar dalam darah lebih tinggi dan bertahan lama, bisa disimpan lebih lama, penyerapannya lebih baik, dan hanya sekali pemberian.

Kekurangan: harus lewat suntikan. Melalui vitamin K yang diminum sebanyak 2 mg pada bayi baru lahir.

Kelebihan: lebih sederhana, lebih mudah, risiko lebih kecilKekurangan: lebih mahal, sulit untuk memberi dosis ulang, tidak bisa dipastikan penyerapannya ke dalam tubuh.

Absorsi preparat oral mungkin terlalu lambat untuk mencegah awitan dini penyakit pada neonatus resiko tinggi, yang harus diberi vitamin K intramuscular pada saat lahir.

Perbandinggan internasional menunjukkan bahwa pemberian oral kurang efektif dibandingkan profilaksis intramuscular.Metabolisme : vitamin K dengan cepat dimetabolisme dan dikeluarkan melalui hati dan ginjal.

EFEK SAMPING VITAMIN K
Vitamin K pada bayi baru lahir telah dikaitkan dengan anemia hemolitik, hiperbilirubenia dan kernikterus, terutama pada bayi premature dan bayi dengan defisiensi glukosa 6 – fosfat dehidrogenase ( G6PD) atau defiensi vitamin E. masalah ini cukup jarang dengan fitomenadion daripada menadiol.Vitamin K oral secara umum ditoleransi baik tetapi mungkin menyebabkan mual, sakit kepala, atau flushing. Pada gagal hati fungsi hati akan terus terdepresi.

KONTRAINDIKASI
Vitamin K peranteral harus diberikan dengan kewaspadaan pada bayi dengan bayi berat kurang dari 2,5 kg karena peningkatan resiko kernikterus.

PENYIMPANAN
Preparat suntikan intramuscular vitamin K harus disimpan dalam wadah yang resisten cahaya dengan sushu dibawah 25 0C penyimpanan dalam freezer harus dihindari dan larutan yang tampak keruh tidak boleh digunakan. Vitamin K merupakan preparat yang bersifat iritatif, karena itu kontak kulit dengan pemberian obat dan penerimanya harus dihindari

CONTOH PRODUK VITAMIN K YANG SERING DIGUNAKAN
Neo-KPhytonadione2mg /mL INJEKSI

Komposisi:
Setiap mL larutan mengandung : phytonadione 2mg

Cara kerja obat:
Phytonadione ( vitamin K1 ) diperlukan untuk pembentukan faktor pembekuan darah dalam hati seperti factor II ( protrombin), VII, IX, dan X.Phytonadione ( vitamin K1) berperan sebagai koenzim pada karboksilasi rantai samping yang mengandung asam glutamate. Senyawa karboksi glutamil yang dihasilkan mengubah precursor menjadi factor pembekuan aktif yang kemudian dikeluarkan oleh sel hati dalam darah

Indikasi :Profilaksis dan pengobatan hemorrhage pad bayi yang baru lahir.

Kontra indikasi :Hipersensitifitas terhadap phytonadione ( vitamin K1)

Efek samping :
1. hiperhilirubinemia dilaporkan pernah terjadi pada bayi baru lahir jika obat diberikan melebihi dosis yang di anjurkan

2. sianosis, kolapsvaskular perifer, muka memerah, berkeringat, rasa nyeri di dada, hiperhidrosis, syok, reaksi hipersensitif, termasuk reaksi anafilaktik dan kematian pernah dilaporkan terjadi melalui pemberian secara intra vena. Pemberian secara intra vena sebaiknya dihindari.

3. iritasi local seperti rasa sakit, bengkak dan perih dapat terjadi ditempat obat diinjeksikan.

4. pemberian secara parenteral pada bayi baru lahir / neonatus dapat menyebabkan anemia hemolitik dan hemoglobinuria.

Peringatan dan perhatian :
1. efek koagulasi phytonadione ( vitamin K1) akan dihasilkan 1-2 jam setelah obat diberikan.

2. tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan

3. phytomenadione ( vitamin K1) merupakan antagonis dari antikoagulan kumarin namun tidak dapat menghambat kerja antikoagulan dari heparin.

4. phytomenadione ( vitamin K1 ) mudah terdegradasi oleh cahaya, simpan sediaan yang terlindungi oleh cahaya.

5. hindari penggunaan secara inra vena.

Interaksi obat :Phytonadione ( vitamin K1 ) merupakan antagonis dan anti koagulan kumarin

Dosis :
1. profilaksis hemorrhage pada bayi yang baru lahir : 0,5mg – 1mg pytonadione ( vitamin K1 ) biberikan secara IM, 1-6 jam setelah bayi dilahirkan

2. pengobatan hemorrhage pada bayi baru lahir : 1mg phytonadione (vitamin K! ) diberikan secara I.M atau S.C.

packging :box, 5 ampul @ 1 mL

cara penyimpanan :simpan dibawah suhu 30 C terlindung dari cahaya.

Profilaksis Vit K1 bayi baru lahir

Pentingnya Profilaksis Vit K1 Asuhan Bayi segera setelah Lahir


PROFILAKSIS VIT K 1 PADA BAYI SEGERA SETELAH LAHIR
PENTINGKAH ???? Mari kita pelajari ???

Strategi pembangunan kesehatan menuju "Indonesia Sehat 2010" mengisyaratkan bahwa seluruh pembangunan kesehatan ditujukan kepada upaya menyehatkan bangsa. Indikator keberhasilan penyehatan bangsa antara lain adalah angka mortalitas dan morbiditas, angka kematian ibu dan angka kematian bayi.


Selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, terlihat adanya penurunan angka mortalitas dan morbiditas neonatal secara bermakna di seluruh dunia, namun penurunan tersebut lebih terlihat nyata di negara-negara maju dibanding di negara sedang berkembang.



Indonesia sebagai negara sedang berkembang, mempunyai angka kematian bayi (AKB) 41,4 per 1.000 kelahiran hidup (tahun 1997) yang diproyeksikan akan menjadi 18 per 1.000 kelahiran hidup (tahun 2025), sehingga perlu upaya yang keras dalam mencapai sasaran tersebut. Salah satu upaya menurunkan AKB adalah dengan mencegah terjadinya perdarahan otak pada bayi baru lahir sebagai akibat kekurangan vitamin K1. Di beberapa negara Asia angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) berkisar 1:1.200 sampai 1:1.400 kelahiran hidup (Thailand). Angka tersebut dapat turun menjadi 10:100.000 kelahiran hidup dengan pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir.1,2



Permasalahan akibat PDVK adalah terjadinya perdarahan otak dengan angka kematian 10-50% yang umumnya terjadi pada bayi dalam rentang umur 2 minggu–6 bulan, dengan akibat angka kecacatan 30-50%. Data PDVK secara nasional di Indonesia belum tersedia. Sedangkan data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM (tahun 1990-2000) menunjukkan terdapatnya 21 kasus, 17 (81%) di antaranya mengalami komplikasi perdarahan intrakranial (catatan medik IKA RSCM 2000).



Terdapat berbagai penyebab terjadinya PDVK pada bayi, antara lain rendahnya kandungan vitamin K pada air susu ibu (ASI) serta belum sempurnanya fungsi hati pada bayi baru lahir terutama bayi kurang bulan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kebijakan nasional penambahan vitamin K pada bayi guna menunjang program pemberian ASI eksklusif di Indonesia dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir.

Permasalahan
Bayi baru lahir cenderung memiliki kadar vitamin K dan cadangan vitamin K dalam hati yang relatif lebih rendah dibanding bayi yang lebih besar. Sementara itu pasokan vitamin K dari ASI rendah, sedangkan pasokan vitamin K dari makanan tambahan dan sayuran belum dimulai. Hal ini menyebabkan bayi baru lahir cenderung mengalami defisiensi vitamin K sehingga berisiko tinggi untuk mengalami perdarahan intrakranial.



Di Indonesia pemberian vitamin K pada bayi baru lahir sudah dilakukan, namun belum ada laporan resmi secara regional maupun nasional mengenai pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir, dan apakah pemberian vitamin K ini merupakan suatu standar pelayanan yang harus diberikan kepada semua bayi baru lahir atau hanya diberikan kepada bayi yang memiliki risiko saja (bayi dengan berat lahir rendah / BBLR, bayi lahir dengan tindakan yang traumatis, bayi lahir dengan ibu yang mengkonsumsi obat antikoagulan, obat antikonvulsan, dll) masih merupakan kontroversi.



Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai suatu penuntun baku mengenai cara pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai apakah vitamin K lebih efektif diberikan secara intramuskular (IM) atau oral, bilamana waktu pemberian, berapa dosis pemberian, siapa yang berwenang memberikan, apakah diberikan secara massal atau pada kasus tertentu saja, dan berapa biayanya.



Sediaan vitamin K yang ada di Indonesia adalah vitamin K3 (menadione) dan vitamin K1 (phytomenadione). Banyak negara di dunia merekomendasi vitamin K1. Australia sudah menggunakan vitamin K1 (Konakion®) sebagai regimen profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir (sejak tahun 1961), sehingga diperlukan kajian tentang pemberian profilaksis dengan vitamin K1 sebagai preparat yang mungkin lebih stabil.3



Di lain pihak terdapat kekhawatiran tentang hubungan antara profilaksis vitamin K dengan kejadian kanker pada anak. Kekhawatiran ini muncul setelah adanya penelitian yang dipublikasikan oleh Golding dkk pada tahun 1992 yang menyatakan adanya peningkatan risiko terjadinya kanker anak pada bayi yang mendapat profilaksis vitamin K intramuskular, namun penelitian-penelitian lain membantah hal ini.5,8,20,21



Dalam KONIKA (Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak) XI tahun 1999 di Jakarta dan Kongres Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) ke VIII tahun 1998 di Surabaya dan ke IX tahun 2001 di Semarang telah dibahas dan direkomendasikan pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Hal inilah yang mendorong dilakukannya kajian terhadap pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir.



Tujuan
Tujuan Umum
Mencegah kejadian, menurunkan angka kesakitan, angka kematian dan angka kecacatan pada bayi akibat PDVK dengan cara pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir di Indonesia.
Tujuan Khusus
Terwujudnya kajian ilmiah sebagai dasar rekomendasi pemerintah dalam menetapkan kebijakan program pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir di Indonesia.